Perbedaan konsep IPL dan ISL 2011 (Carut Marut Kompetisi Liga Indonesia Era Johar Arifin)



Konsep IPL (dibawah komando Johar Arifin) adalah Liga Indonesia berada dalam satu perusahaan (konsorsium), jadi semua klub dibiayai konsorsium, dengan konsekuensi hasil tiket, hak siar dan lain-lain masuk ke PSSI (konsorsium, red).
Ini yang mendasari kenapa saham 70% ke Djohar, 30% ke Faried.

Hal ini sudah berjalan pada kompetisi LPI musim lalu, namun bisa dikatakan musim lalu adalah proyek rugi, kenapa?
Dengan jumlah uang miliaran rupiah yang telah dibagikan konsorsium ke 20 klub LPI musim lalu, kontrak marquee player, gaji untuk wasit asing, ternyata animo penonton untuk LPI sangat kurang. Karena sebagian besar adalah klub-klub baru tanpa basis supporter yang kuat, sepi penonton, akhirnya tak laku dijual ke sponsor.

Konsep ini coba diterapkan pada musim ini, dengan kursi kepemimpinan PSSI yang sudah berada ditangan mereka, konsorsium mencoba menerapkan konsep tersebut dikompetisi musim ini, tapi terbentur dengan keberadaan klub-klub besar yang sudah berpuluh tahun berdiri.
Kenapa? Karena klub-klub itu sudah bisa mendapatkan sponsor sendiri, tanpa perlu bantuan konsorsium.
Akhirnya segala cara coba ditempuh PSSI,
  1. Menggemukan kompetisi menjadi 36 dan setelah banyak mendapat protes menjadi 24, kenapa kok gak 18 tim aja, sesuai statuta? Ya karena dari 18 tim ISL musim lalu, sebagian besar bukan "tim nya konsorsium", artinya nggak balik modal. Akhirnya ditambahlah 6 tim siluman itu, yang notabene "timnya konsorsium", pesan sponsor, red.
  2. Memergerkan tim-tim LPI dengan ISL, contoh Jakarta FC dengan Persija, ini bisa dikatakan take over secara halus, karena kita tahu potensi besar Persija dengan the Jak Mania nya. Beberapa klub berhasil melawan, hasilnya apa? Timbullah dualisme, Persebaya 1927-Persebaya Wisnu, Arema M.Nuh Arema Rendra, Persija (Jakarta FC) Persija Paulus, dan hampir saja timbul Persib 1933. Klub-klub diatas adalah klub-klub besar dengan basis supporter yang kuat, bisa dibayangkan keuntungan yang didapat oleh konsorsium?



Tidak ada yang salah dengan konsep konsorsium tersebut, dengan syarat seluruh tim adalah timnya konsorsium, seluruh biaya dari konsorsium, dengan timbal balik, hasil tiket tidak sepenuhnya untuk klub, sebagian ke konsorsium, pembagian hak siar, sponsor dan keuntungan ke konsorsium. Tapi hal ini tidak akan bisa berjalan jika di liga tersebut hanya sebagian kecil yang mau jadi timnya konsorsium.

Sedangkan konsep ISL, klub cari uang sendiri, cari sponsor sendiri, tapi keuntungan kompetisi ya balik ke klub (99% klub, 1%PSSI) karena pada konsep ini klub lah yang berdarah-darah membiayai diri mereka sendiri. Konsep ini yang dianut sebagian besar kompetisi2 eropa.

Tidak ada yang salah dengan 2 konsep itu, yang menjadi masalah adalah ketika klub-klub dengan 2 konsep tersebut digabung menjadi satu kompetisi. Klub konsorsium tentu tidak masalah ketika hak siar, uang tiket, sponsor masuk ke konsorsium, karena toh mereka tidak mengeluarkan uang sepeserpun untuk biaya kontrak dan operasional klub. tapi klub-klub yang membiayai diri sendiri tentu keberatan, karena mereka membiayai diri mereka sendiri. Mau rapat 7hari 7malam pun tidak akan ketemu titik temu.

Seandainya pun IPL dengan 24 tim berjalan, ada kemungkinan konsorsium akan berusaha membela dan mempertahankan eksistensi klub-klubnya di IPL, dan mendegradasikan klub-klub nonkonsorsium. Suatu bahaya laten.

Menurut pendapat saya pribadi, konsep ini tidak dikemukakan oleh PSSI sejak awal, sehingga timbul saling curiga. Seharusnya mereka dari awal menawarkan ide mereka ke 18 tim yang berhak tampil di ISL.

Kalau mereka setuju maka jalan…
Jika tidak, ya jangan dipaksakan, karena mereka duduk di kursi itu karena dipilih oleh klub-klub anggota PSSI.
Yang terjadi sekarang PSSI seperti memaksakan kehendaknya, menghalalkan segala cara, tanpa menghiraukan aspirasi klub-klub anggota, akhirnya segala keputusan main tabrak sana tabrak sini.
Timbul yang namanya PSMS ke IPL karena pesan sponsor, Bontang FC ke IPL karena kasihan dikerjain wasit, dan alasan-alasan lainnya yang terlalu dibuat-dibuat.

Dan saya lebih setuju jika tim-tim profesional mencari sponsor sendiri, seperti di Liga-liga Eropa. Daripada pendanaan terpusat ala konsorsium.

Jika AP ingin memajukan sepak bola nasional, iya bisa membeli klub-klub yang sudah ada, atau mendirikan klub baru dan berjuang dari bawah.
Tidak seperti kasus Persija, Arema dan tim-tim lainnya. Dengan Kekuasan PSSI, mereka seperti mengambil alih tim-tim tersebut secara paksa. Menunjuk satu orang, dan mengatakan bahwa ini Arema yang sah, ini Persija yang sah. Tapi satu hal yang perlu diingat, tim-tim tersebut besar bukan karena namanya, tapi karena suporternya.

Walaupun anda sudah merasa kuasai Arema, sudah kuasai Persija, tanpa Aremania dan The Jak Mania, tetap saja tim itu seperti Jakarta FC, Bintang Medan , dan tim-tim LPI lainnya. Tanpa penonton dan anda rugi.






Share on Google Plus

About IwanBjo

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment

0 comments:

Post a Comment